**

5002

***

5003

****

5004

LAPAK CENTER

JUAL - BELI DAN JASA SEGALANYA

Pages

About

Photobucket

Sabtu, 24 Desember 2011

26 abjad terlalu banyak

LIPI (Lembaga Ilmu Penyederhanaan Indonesia) akan memformulakan aturan baru dlm penggunaan bahasa Indonesia.


Salah satunya adlh mengurangi jumlah abjad pd bahasa Indonesia.
Abjad yg digunakan saat ini berjumlah 26. Para pakar Komunikasi merasa Ke-26 abjad tsb msh terlalu banyak, lagipula ada bbrp abjad yg jarang digunakan.

Pertama, huruf X, diganti dg gabungan huruf K dan S. Kebetulan hampir tdk ada kata dlm bahasa Indonesia asli yg menggunakan huruf ini, kebanyakan merupakan serapan dri bahasa asing. Misal taxi mjd taksi, maximal mjd maksimal.

Selanjutnya, huruf Q diganti dg KW. Kata2 yg mengunakan huruf ini juga sangat sedikit sekali.

Huruf Z. Huruf Z diganti mjd C. Tdk ada alasan kuat tentang hal ini.

Huruf Y diganti dg I. Hal ini dilakukan sebab bunii huruf tersebut mirip dengan I.

Lalu huruf F dan V keduania diganti mjd P. Pada lepel ini masih blm terjadi perubahan iang signipikan.

Hurup W kemudian diganti menjadi hurup U.

Berarti sampai saat ini kita sudah mengeliminasi 7 hurup.

Hurup iang bisa kita eliminasi lagi adalah R, mengingat baniak orang iang kesulitan meniebutkan hurup tsb. R kita ganti dg L.

Selanjutnia,gabungan hulup KH diganti menjadi H.

Iang paling belpengaluh adalah hulup S iang diganti menjadi C.

Hulup G juga diganti menjadi K.

Dan hulup J juga diganti menjadi C.

Caia laca cudah cukup untuk hulup-hulup konconannia.
Cekalank kita kanti hulup pokalnia.
Cuma ada lima hulup pokal,A,I,U,E,O.
Kita akan eliminaci dua hulup pokal.

Hulup I mencadi dua hulup E iaitu EE. Cementala hulup U mencadee dua hulup O iaitoo OO.



JADI


Cadi,campe cekalank, keeta belhaceel menkulangee hooloop-hooloop keeta. Kalaoo keeta tooleeckan lagee, Hooloop-hooloop eeang telceeca adalah : A,B,C,D,E,H,K,L,M,N,O,P,T. Haneea ada 12 belac hooloop!! Looal beeaca bookan? Padahal cebeloomneea keeta pooneea 26 hooloop.
Eenee adalah penemooan eeang cankat penteenk dan cikneepeekan! Co,ceelahkan keeleemkan tooleecan anda denkan menkkoonakan dooa belac hooloop telceboot .

Link :  http://koweasu.blogspot.com

Pamijahan Tasikmalaya

Sejarah Pamijahan Tasikmalaya

Masjid Pamijahan

Gua Pamijahan


Pengkultusan para wali atau sufi di Indonesia mulai berlangsung secara nyata pada abad XVII mengikuti perkembangan Islam di seluruh Nusantara. Tradisi sejarah Islam Jawa telah memperkenalkan ‘Wali Sanga’ yang dianggap sebagai tokoh-tokoh utama pengembang Islam; salah satu diantaranya Sunan Gunung Jati yang menyebarkan agama Islam di Jawa Barat sejak awal abad XVI. Namun setelah wafatnya Sunan Gunung Jati banyak tokoh lain yang juga memainkan peran yang sama seabad kemudian, dan menjadikan Jawa Barat sebagai basis islamisasi, seperti misalnya Syekh Asnawi dan Syekh Yusuf di Banten serta Syekh Abdul Muhyi di Tasikmalaya yang masing-masing mendirikan tarekat sendiri sesuai dengan disiplin tasawuf yang dianutnya.

Sejauh ini telah banyak studi dilakukan terhadap kehidupan dan ajaran yang dikembangkan para sufi tersebut. Banyak pula studi kasus yang difokuskan pada ketokohan Syekh Abdul Muhyi, seperti yang sudah dilakukan oleh Christomi untuk bahan disertasinya di Australian National University, Canberra (2002), namun hampir seluruh penelitian tersebut dioperasionalkan dengan pendekatan filologis dan antropologis dengan tema utama seputar asal-usul tokoh sufi, karya-karya tasawuf yang dihasilkan, jaringan pesantren serta perkembangan tarekat; bukan hanya di Jawa Barat melainkan juga pengaruhnya sampai ke luar Indonesia.

Pendekatan filolofis yang didukung oleh studi antropologis sudah tentu membatasi diri hanya pada kajian naskah-naskah keagamaan yang pernah dihasilkan suatu aliran terekat dan implikasi sosial budaya bagi para penganut tarekat. Masalah-masalah yang kerap muncul ke permukaan adalah berkenaan dengan aspek praksis seperti masalah keruangan dan material.

Dalam kasus Pamijahan misalnya, kita dihadapkan pada pertanyaan: mengapa desa itu dipilih sebagai pusat pengajaran tarekat Syatariyah oleh Syekh Abdul Muhyi, apakah Desa Pamijahan memiliki potensi-potensi tertentu yang mendukung aktivitas keagamaan tersebut? Demikian pula secara formal, jarang dikaji apakah bentuk aktivitas keagamaan itu akan menghasilkan tindak budaya tertentu. Apabila dibandingkan dengan kiprah Sunan Gunung Jati di Cirebon dan Banten, berkat kegiatan pengislaman yang dipusatkan di kedua tempat itu, kini masih tersisa bentuk-bentuk peradaban yang berupa kompleks makam, keraton, masjid dan berbagai tradisi ritual tradisional yang terasosiasi langsung dengan kegiatan pengajaran Islam di Cirebon dan Banten. Semua itu sekarang mestinya menjadi sumberdaya budaya yang potensial bagi pengembangan kepariwisataan daerah itu.

Oleh karena itu, perbandingan tersebut memberi alasan yang pasti mengapa Pamijahan dari perspektif ini perlu diteliti. Masalah pokoknya berpangkal pada pengungkapan aspek-aspek sosial budaya sebagai implikasi dari berkembangnya tarekat Syatariyah di Pamijahan dan bagaimana pengaruhnya sampai sekarang di Jawa Barat.


Batu Qur'an - Banten


Kamis, 22 Desember 2011

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin At-Tusi Al-Ghazali.

Nama lengkap Imam Al-Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin At-Tusi Al-Ghazali. Beliau lahir di sebuah desa kecil bernama Ghazalah Thabaran, di Thus, wlayah Khurasan (Iran) pada tahun 450 H atau 1058 M dari keluarga yang taat  beragama dan bersahaja, dari itulah beliau belajar al-Qur’an. Ayah al-Ghazali adalah seorang muslim yang salih, sekalipun ia tidak orang yang kaya namun ia selalu meluangkan waktunya untuk menghadiri majelis-majelis pengajian yang diselenggarakan ulama, beliau suka terhadap ilmu, selalu berdoa agar puteranya menjadi seorang ulama yang pandai dan suka member nasehat. Ayahnya, Muhammad, bekerja sebagai seorang pemintal dan pedagang kain wol, Al-Ghazali mempunyai seorang saudara laki-laki yang bernama Abu Al-Futuh Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad At-Tusi Al-Ghazali yang dikenal dengan julukan majduddin (wafat pada tahun 520 H). Keduanya kemudian menjadi ulama besar, dengan kecenderungan yang berbeda. Majduddin lebih cenderung pada kegiatan da’wah dibanding Al-Ghazali yang menjadi penulis dan pemikir.[1]
Menjelang akhir hayat, ayah al-Ghazali menitipkan kedua anaknya kepada karibnya, dengan pesan agar kedua anaknya tersebut dididik dengan baik sampai harta peninggalannya sampai habis. Pendidikan Al-Ghazali di masa kanak-kanak berlangsung di kampung asalnya. Setelah ayahnya wafat, ia dan saudaranya dididik oleh seorang sufi yang mendapat wasiat dari ayahnya untuk mengasuh mereka, yaitu Ahmad bin Muhammad Ar-Razikani At-Tusi, seorang ahli tasawuf dan fiqih dari Tus. Pada awalnya, sang sufi mendidik mereka secara langsung. Namun, setelah harta mereka habis, sementara sufi itu seorang yang miskin, tidak sanggup member makan al-Ghazali, maka sufi tersebut menyarankan agar kedua anak tersebut tetap melanjutkan belajar dengan jalan mengabdi pada sebuah sekolahan, sehingga disamping dapat belajar, juga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Madrasah ini memberi para pelajarnya pakaian dan makanan secara cuma-cuma. Santunan dan fasilitas yang disediakan madrasah itu sempat menjadi tujuan Al-Ghazali dalam menuntut ilmu. Kemudian sufi itu menyadarkan Al-Ghazali bahwa tujuan menuntut ilmu bukanlah untuk mencari penghidupan, melainkan semata-mata untuk memperoleh keridhaan Allah SWT dan mencapai pengetahuan tentang Allah SWT secara benar. Di madrasah inilah Al-Ghazali mulai belajar fiqih.
Menuurt suatu riwayat disebutkan, bahwa teman ayah al-Ghazali yang bernama Ahmad bin Muhammad al-Razikani, seorang sufi besar. Dari guru tersebut al-Ghazali mempelajari fiqh, riwayat para wali dan kehidupan spiritual mereka. Selain itu, al-Ghazali belajar menghafal syair-syair mahabbah (cinta) kepada Allah, al-Qur’an dan Sunnah.
Dari uraian tersebut, dapat dipahami bahwa al-Ghazali mempunyai pendidikan spiritual yang kuat, sehingga menjadi dasar pembentukan kepribadian dalam perkembangan hidup selanjutnya.
Setelah mempelajari dasar-dasar fiqih di kampung halamannya, ia merantau ke Jurjan, sebuah kota di Persia yang terletak diantara kota Tabristan dan Nisabur. Di jurjan, ia tidak hanya mendapat pelajaran Islam, sebagaimana yang ia terima di Thus, tetapi sudah mulai mendalami pelajaran bahasa arab dan bahasa Persia dari seorang guru yang bernama Imam Abu Nashir al-Isma’ily.
Setelah sempat pulang ke Thus, ia merasakan bekal pengetahuan yang masih kurang, kemudian, Al-Ghazali berangkat lagi ke Naisabur. Di sana ia belajar kepada Imam Haramain, Diya’uddin al-Juwaini dalam ilmu fiqih, ilmu ushul, ilmu retorika, ilmu debat, mantik, filsafat, dan ilmu kalam.
Selain itu, Al-Ghazali juga belajar tasawuf kepada dua orang sufi, yaitu Imam Yusuf An-Nassaj dan Imam Abu Ali Al-Fadl bin Muhammad bin Ali Al-Farmazi At-Tusi. Ia juga belajar hadits kepada banyak ulama hadits, seperti Abu Sahal Muhammad bin Ahmad Al-Hafsi Al-Marwazi, Abu Al-Fath Nasr bin Ali bin Ahmad Al-Hakimi At-Tusi, Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad Al-Khuwari, Muhammad bin Yahya bin Muhammad As-Sujja’i Az-Zauzani, Al-Hafiz Abu Al-Fityan Umar bin Abi Al-Hasan Ar-Ru’asi Ad-Dahistani, dan Nasr bin Ibrahim Al-Maqsidi.
Selanjutnya, al-Ghazali berkhidmat di madrasah Nidhamiyah Naisabur. Tempat pendidikan ini paling berjasa dalam mengembangkan bakat dan kecerdasannya. Berkat bimbingan al-Juwainy seorang ulama’ Syafi’iyah yang beraliran Asy’ariyyah, al-Ghazali terbentuk jiwa dan kepribadiannya sebagai ulama yang kritis.
Setelah gurunya, Al-Juwaini, meninggal dunia (478 H/1085 M), al-Ghazali mengunjungi tempat kediaman seorang wazir (menteri) pada masa pemerintahan sultan Adud Ad-Daulah Alp Arsalan (lahir pada tahun 455 H atau 1063 M dan wafat pada tahun 465 H atau 1072 M) dan Jalal Ad-Daulah Malik Syah (lahir pada tahun 465 H atau 1072 M dan wafat pada tahun 485 H atau 1092 M) dari dinasti Salajikah di Al-Askar, sebuah kota di Persia. Kediaman wazir ini merupakan sebuah majelis pengajian, tempat ulama bertukar pikiran. Wazir tersebut sangat tertarik ketinggian ilmu filsafatnya, luasnya ilmu pengetahuan, kefasihan lidahnya, dan kejituan argumentasinya.
Setelah beberapa kali al-Ghazali berdebat dengan para ulama di sana, mereka tidak segan-segan mengakui keunggulan ilmu al-Ghazali karena berkali-kali argumentasinya tidak dapat dipatahkan. Melihat kehebatan al-Ghazali, kagum terhadap pandangan-pandangan Al-Ghazali sehingga ia diminta untuk mengajar di Madrasah Nidhamiyah Baghdad yang didirikan oleh wazir sendiri. Al-Ghazali mengajar di Baghdad pada tahun 484 H/1091. Atas prestasinya yang kian meningkat, pada usia 43 tahun al-Ghazali diangkat menjadi pemimpin (rector) universitas tersebut.di kota inilah al-Ghazali enjadi orang yang terkenal, pengajiannay semaki luas, dan ia banyak menulis beberapa kitab seperti: al-Basit, al-Wasit, al-Wajiz, al-Khulasah fi ‘Ilm Fiqh, al-Munkil fi ‘Ilm Jidal, Ma’khad al-Khilaf, Lubab al-Nazar, Tahsin al-Ma’akhis, dan al-Mabadi’ wa al-Ghayat fi Fan al-khilaf.
Pangkat dan kedudukan tinggi serta berbagai penghormatan, tidaklah membuat al-Ghazali puas. Ia selalu berusaha meningkatkan pengetahuannya untuk mendapatkan kebenaran yang hakiki, namun ilmu yang didapatkan melalui akal dan indera belumlah mendapatkan kebenaran mutlak, bahkan akhirnya, al-Ghazali meragukan kebenaran ilmu pengetahuan yang telah diperoleh akal dan indera. Kebenaran itu hanya mampu dicapai dengan dzauq yang memperoleh cahaya Tuhan.
Hanya 4 tahun menjadi rector di Universitas Nidhimayah. Setelah itu ia mulai mengalami krisis rohani, krisis keraguanyang meliputi akidah dan semua jenis ma’rifat. Secara diam-diam al-Ghazali meninggalkan Baghdad menuju Syam, agar tidak ada yang menghalangi kepergiannya baik dari penguasa (khalifah) maupun sahabat sahabat dosen se-universitasnya. Pekerjaan mengajar ditinggalkan, dan mulailah al-Ghazali hidup jauh dari lingkungan manusia, zuhud yang ia tempuh.
Selama hamper dua tahun, al-Ghazali menjadi hamba Allah yang betul-betul mampu mengendalikan gejolak hawa nafsunya. Ia menghabiskan waktunya untuk khalwat, ibadah, dan I’tikaf di sebuah masjid di Damaskus. Berdzikir sepanjang hari di menara. Untuk melanjutkan taqarrubnya kepada Allah , al-Ghazali pindah ke Baitul Maqdis. Dari sinilah al-Ghazali baru tergerak hatinya untuk memenuhi panggilan Allah menjalankan ibadah haji. Dengan segera ia pergi ke Makkah, Madinah, dan setelah ziarah ke makam Rasulullah saw serta makam nabi Ibrahim a.s, ditinggalkan kedua kota suci itu dan menuju Hijaz.
Keyakinan yang dulu hilang, kini ia peroleh kembali. Tingkat ma’rifat yang terdapat dalam tasawuf, menurutnya, adalah jalan yang membawa kepada pengetahuan yang kebenarannya dapat diyakini. Setelah dari Syam – Baitul Maqdis – Hijaz selama lebih kuarng sepuluh tahun, atas desakan Fakhrul Muluk pada tahun 499 H/1106 M al-Ghazali kembali ke Naisabur. Setelah itu, ia kembali lagi ke Baghdad untuk meneruskan kegiatan mengajarnya. Kali ini ia tampil sebagai tokoh pendidikan yang betul-betul mewarisi dan mengarifi ajaran Rasulullah saw. Buku pertama yang disusunannya setelah kembali ke universitas Nidhamiyah ialah Al-Muqidz min al-Dhalal. Fakhrul Muluk merasa gembira atas kembalinya al-Ghazali mengajar di universitas terbesar di kota ini.
Tidak lama al-Ghazali tinggal di Naisabur ia kembali ke kampung halamannya, Ghazalah Thabaran, di Thus. Ia wafat di kampung halamannya pada tahun 505 H atau 1111 M. Ia menghabiskan sisa umurnya untuk membaca Al-Qur’an dan hadis serta mengajar. Di samping rumahnya, didirikan madrasah untuk para santri yang mengaji dan sebagai tempat berkhalwat bagi para sufi. Pada hari senin tanggal 14 Jumadatsaniyah tahun 505 H/18 Desember 1111 M, al-Ghazali pulang ke hadirat Allah dalam usia 55 tahun dan dimakamkan di sebuah tempat khalwat.
2.2 Konsep Pendidikan Menurut Al-Ghazali
A. Pengertian Pendidikan
Al-Ghazali adalah orang yang banyak mencurahkan perhatiannya terhadap bidang pengajaran dan pendidikan dalam kitabnya Ihya Ulumiddin. Adapun unsur-unsur pembentuk pengertian pendidikan dari al-Ghazali dapat dilihat dalam pernyataan berikut:
“Sesungguhnya hasil ilmu itu ialah mendekatkan diri kepada Allah, Tuhan semesta alam, menghubungkan diri dengan ketinggian malaikat dan berhampiran dengan malaikat tinggi…”[2]
“…dan ini, sesungguhnya adalah dengan ilmu yang berkembang melalui pengajaran dan bukan ilmu beku yang tidak berkembang.”[3]
Jika kita perhatikan kutipan yang pertama, kata “hasil” menunjukkan proses, kata “mendekatkan diri kepada Allah” menunjukkan tujuan, dan kata “ilmu” menunjukkan alat. Sedangkan pada kutipan yang kedua merupakan penjelasan mengenai alat, yakni disampaikannya dalam bentuk pengajaran. Batas awal berlangsungnya proses pendidikan menurut al-Ghazali, yakni sejak bertemunya sperma dan ovum sebagai awal manusia. Batas akhir pendidikan menurut al-Ghazali sampai akhir hayatnya.
Dari keterangan di atas pendidikan menurut al-Ghazali adalah proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampi akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap di mana proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat. Pemikiran al-Ghazali dalam pendidikan juga bernuansa islami dan moral. Di samping itu, ia juga tidak mengabaikan masalah-masalah duniawiyah, sehingga ia juga menyediakan porsi yang sesuai dengan pendidikan.
B.     Tujuan Pendidikan
Al-Ghazali berkata:
“Dunia tempat menanam untuk akherat. Sebagai alat untuk berhubungan dengan Allah Azza wa Jalla, bagi orang yang menjadikannya sebagai tempat tinggal, bukan bagi orang yang menjadikannya tempat menetap dan tempat berdiam.”[4]
“Bila engkau memandang ilmu engkau melihatnya lezat, maka ia dicari karena lezatnya, dan engkau menemukan sebagai jalan kebahagiaan ke akherat dan sebagai perantara pendekatan kepada Allah Ta’ala, dan tidak sampai kepada Allah melainkan dengan ilmu. Derajat yang paling tinggi bagi anak cucu adam adalah kebahagiaan yang langgeng dan sesuatu yang utama adalah yang dapat mengantarkan ke sana kecuali dengan ilmu dan amal dan tidak sampai pada amal kecuali dengan mengetahui cara beramal. Pokok kebahagian dunia dan akherat adalah dengan ilmu, dan hal itu adalah amal yang utama.”[5]
Tujuan pendidikan menurut al-Ghazali:
1.      Sebagai kesempurnaan manusia dunia dan akherat. Manusia akan sampai pada kesempurnaan dengan mencari keutamaan melalui ilmu. Kemudian keutamaan itu membahagiakannya di dunia dan akherat.
2.      Ilmu patut dicari karena dzatnya, yang memiliki kelebihan dan kebaikan. “ilmu pengetahuan itu secara mutlak utama dalam dzatnya”[6].
C.     Kurikulum Pendidikan Menurut Al-Ghazali[7]
Konsep kurikulum al-Ghozali terkait erat dengan konsepnya tentang ilmu pengetahuan. Al-Ghozali membagi ilmu dalam tiga bagian:
Pertama, ilmu-ilmu yang terkutuk baik banyak maupun sedikit. Yakni ilmu yang tidak ada manfaatnya baik di dunia maupun di akhirat. Misalnya,
Ø  Ilmu sihir. Hal tersebut dikarenakan dalam pandangan al-Ghazali ilmu-ilmu tersebut dapat mendatangkan malapetaka bagi pemiliknya maupun orang lain, dapat menyebabkan perpecahan persatuan manusia dan kasih sayangnya dan menyebabkan kedengkian di hati serta menebarkan perbantahan antara manusia.
Ø  Ilmu nujum ini kemudian dibagi dua oleh al-Ghazali. Yakni ilmu nujum berdasarkan perhitungan (Ilmu Falak), ia memamndang bahwa ilmu itu tidak tercela oleh syara’, sedangkan ilmu nujum yang berdasarkan istidlali, yakni semacam ilmu meramal nasib berdasarkan petunjuk bintang. Ilmu nujum jenis kedua inilah yang dianggap tercela menurut syara’ karena dapat mendatangkan keraguan kepada Allah SWT.
Ø  Masih termasuk dalam kategori ilmu pertama diatas. Al-Ghazali mengatakan bahwa mempelajari ilmu filsafat tidak sesuai bagi sebagian orang, sesuai menurut tabi’atnya tidak semua orang dapat mempelajari ilmu tersebut dengan baik. Seperti anak bayi yang masih menyusu, merasa sakit apabila makan”daging burung dan macam gula-gula yang lembut”, yang mana perut besarnya tidak sanggup menghaluskannya.
Kedua, ilmu yang dipelajari secara mutlak yaitu mempelajari ilmu agama, ibadah dan macam-macamnya. Ilmu-ilmu itu yang mendatangkan kebersihan jiwa, dan membersihkan jiwa dari tipu daya/kerusakan dan membantu mengetahui kebaikan dan pelaksanaannya untuk mempersiapkan dunia untuk akherat. Al-Ghozali membagi ilmu kategori kedua ini dengan ilmu yang fardlu ‘ain dan fardlu kifayah. Yang termasuk dalam ilmu yang fardlu ‘ain menurut Al-Ghozali adalah ilmu-ilmu tentang agama dan macam-macamnya. Serta ilmu tentang tata cara melaksanakan perkara yang wajib. Sedangkan yang termasuk dalam ilmu fardlu  kifayah adalah semua ilmu yang diperlukan untuk kehidupan masyarakat, karena bila sebagian orang telah mempelajarinya maka masyarakat terwakili. Di antara ilmu kifayah ialah ilmu kedokteran dan ilmu hitung. Jika sudah ada salah seorang yang menguasai dan dapat mempraktekkannya maka sudah dianggap gugur kewajiban mempelajarinya bagi yang lain.
Ketiga, ilmu yang terpuji dalam batas tertentu, dan tercela jika mempelajarinya dalam kadar yang berlebihan atau mendalam. Karena apabila manusia dengan mendalam pengkajiannya dapat menyebabkan terjadinya kekacauan pemikiran dan keraguan, serta dapat pula membawa kedalam kekafiran, seperti ilmu filsafat keTuhana. Mengenai ilmu filsafat ini Al-Ghazali membaginya menjadi ilmu matematika, ilmu-ilmu logika, ilmu ilahiyyat, ilmu fisika, ilmu politik, dan ilmu etika.
Dengan ini kita mengetahui bagaimana al-Ghazali membagi bermacam-macam ilmu dan member nilai setiap ilmu dengan keuntungan dan kerugiannya. Perbedaan tersebut disebabkan oleh salah satu dari tiga bagian, yaitu:
a)      Segi watak yang sampai pada pengenalannya.
b)      segi ruang lingkup kemanfaatan bagi manusia
c)      Segi tempat usaha.
Dari pembahasan di atas pada akhirnya ilmu yang paling utama menurut beliau adalah ilmu-ilmu agama dan cabang-cabangnya. Karena ilmu-ilmu agama diperoleh dengan kesempurnaan akal yang mulia, untuk kebahagiaan dunia dan akhirat serta didapat yang jelas baiknya.
Dalam menyusun kurikulum pelajaran Al-Ghozali memberi perhatian khusus pada ilmu-ilmu agama dan etika sebagaimana dilakukannya terhadap ilmu-ilmu yang sangat menetukan bagi kehidupan masyarakat. Dengan kata lain beliau mementingkan sisi faktual dalam kehidupan. Beliau juga menekankan sisi budaya. Menurut baliau ilmu itu wajib dituntut bukan karena keuntungan diluar hakikatnya, tetapi karena hakikatnya sendiri. Sesuai dengan jiwa tasawwuf dan zuhudnya, beliau tidak mementingkan ilmu-ilmu yang berbau seni atau keindahan. Selanjutnya sekalipun beliau mementingkan pengajaran berbagai keahlian esensial dalam kehidupan dan masyarakat, beliau tidak menekankan pentingnya keterampilan.
D. Metode
Al-Ghazali tidak menetapkan metode khusus pengajaran dalam berbagai tulisannya kecuali pada pengajaran agama saja pada anak-anak. Ia menjelaskan metode khusus pendidikan anak dan menyempurnakan agar berakhlak terpuji, menhiasi dirinya dengan keutamaan-keutamaan. Berdasarkan prinsipnya bahwa pendidikan adalah sebagai kerja yang memerlukan hubungan yang erat anatara guru dan murid.
Metode pengajaran perhatian Al-Ghazali akan pendidikan agama dan moral sejalan dengan kecenderungan pendidikannya secara umum, yaitu prinsip-prinsip yang berkaitan secara khusus dengan sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam melaksanakan tugasnya.
Al-Ghazali menggambarkan pentingnya keteladanan utama dari seorang guru, juga dikaitkan dengan pandangannya tentang pekerjaan mengajar. Menurutnya mengajar merupakan pekerjaan yang paling mulia sekaligus yang paling agung. Pandangannyaberlandaskan bukti firman Allah dan hadis-hadis Nabi yang mengatakan status guru sejajar dengan tugas kenabian. Lebih lanjut Al-Ghazali mengatakan bahwa wujud termulia di muka bumi adalah manusia, dan bagian inti manusia yang termulia adalah hatinya. Guru bertugas menyempurnakan, menghias, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Al-Ghazali mengibaratkan siapa yang berilmu dan membimbing manusia dan ilmunya berfaedah bagi orang lain maka, “dia seperti matahari yang memerangi orang lain dan dia menerangi dirinya sendiri dan seperti misik yang mengharumi lainnya sedangkan dia sendiri harum.”
Dalam masalah pendidikan, Al-Ghazali lebih cenderung berfaham empirisme, oleh karena itu, beliau sangat menekankan pengaruh pendidikan terhadap anak didik. Anak adalah amanat yang dipercayakan kepada orang tuanya, hatinya bersih, murni, laksana permata yang berharga, sederhana, dan bersih dari ukiran apapun. Ia dapat menerima tiap ukiran yang digoreskan kepadanya dan akan denderung ke arah yang kita kehendaki. Oleh karna itu, bila ia dibiasakan dengan sifat-sifat yang baik, maka akan berkembanglah sifat-sifat yang baik pula. Sesuai dengan hadits Rasulullah SAW, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan bersih, kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anak itu menjadi penganut Yahudi, Nasrani, dan Majusi.”( HR. Muslim)
E. Pendidikan Agama dan Metodenya
Al-Ghazali adalah imam agama yang berciri tasawuf, mengutamakan pendidikan yang berkembang yang pertama kali membina hati dengan ma’rifat dan mendidik jiwa dengan ibadah dan mengenal Allah serta pendekatan diri kepada Allah yaitu dengan cara menanamkan pokok-pokok agama yang benar di dada anak kecil pada masa pertumbuhannya.
Al-Ghazali mengatakan bahwa pendidikan agama harus dimuli sejak usia muda. Karena pada masa ini, anak kecil siap menerima aqidah-aqidah agama dengan iman yang murni dan tidak memerlukan bukti atau senagng pada ketetapan dan hujahnya. Pertama kali ketika mengajarkan agama dengan menghafalkan kaidah-kaidah dan pokok-pokoknya. Sesudah itu gur menyingkap maknanya, memahaminya, manancapkannya kemudian membenarkannya. Menanamkan agama pada anak kecil didahului dengan menuntun dan meniru, serta dengan ketentuan-ketentuan sedikit sampai anak menjadi pemuda. Ian bisa ditanam selama ditegakkan I’tiqodnya dikuatkan dengan dalil. Adapun selama aqidah tidak ditegakkan dengan dalil akan menjadi agama yang lemah, mudah luntur dan menerima yang lain. Metode ini tidak ditegakkan melalui diskusi atau berdebat karena berdebat banyak merusakan hal-hal yang berfaedah yang terkadang menyebabkan keracuan pikiran murid dan meragukannya. Bahkan ditegakkan dengan mengulang-ulag membaca Al-Qur’an, tafsir, hadis dan membiasakan ibadah.
Dengan ini al-Ghazali menetapkan metode yang jelas tentang pengajaran agama dimulai dari menghafal disertai memahami kemudian keyakinan dengan membenarkan. Setelah itu dikemukakan keterangan-keterangan dan bukti-bukti yang membatu menguatkan akidah.
1) Kriteria Guru Yang Baik
Menurut al-Ghazali selain cerdas dan sempurna akalnya, seorang guru yang baik juga harus baik akhlak dan kuat fisiknya. Dengan kesempurnaan akal dapat menguasai berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan akhal yang baik ia dapat menjadi contoh dan teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar, mendidik, dan mengarahkan anak didiknya.
Selain sifat umum diatas seorang guru menurut al-Ghazali juga harus memiliki sifat-sifat khusus yang diantaranya adalah kasih sayang, tidak menuntut upah atas apa yang dikerjakannya, berfungsi sebagai pengarah dan penyuluh yang jujur dan benar dihadapan murid-muridnya. Ia tidak boleh membiarkan muridnya mempelajari pelajaran yang lebih tinggi sebelum ia menguasai pelajaran yang sebelumnya. Seorang guru yang baik harus  menggunakan cara yang simpatik, halus, dan tidak menggunakan kekerasan, cacian, makian, dan sebagaianya. Seorang guru juga tampil sebagai teladan atau panutan yang baik dihadapan murid-muridnya. Ia juga harus memiliki prinsip mengakui adanya perbedaan potensi secara individual dan memperlakukannya sesuai dengan tingkat perbedaan yang dimiliki muridnya. Seorang guru juga harus mampu memahami perbedaan bakat, tabi’at, dan kejiwaan muridnya sesuai dengan perbedaan tingkat usianya. Dan yang terakhir seorang guru yang baik harus berpegang teguh pada prinsip yang diucapkannya, serta berupaya merealisasikannya sedemikian rupa.
2) Kriteria Murid Yang Baik
Pendidikan bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. sehingga bernilai ibadah. Untuk menurut al-Ghazali seorang murid yang baik harus memiliki sifat :
a).    Berjiwa bersih, terhindar dari budi pekerti yang hina, dan sifat-sifat tercela lainnya.
b).   Menjauhkan diri dari pesoalan-persoalan duniawi, mengurangi keterikatan dengan dunia dan masalah-masalah yang dapat mengganggu lancarnya penguasaan ilmu.
c).    Rendah hati dan tawadhu’.
d). Khusus bagi murid yang baru jangan mempelajar ilmu-ilmu yang berlawanan atau pendapat yang saling berlawanan atau bertentangan.
e).    Mendahulukan mempelajari yang wajib
f).    Mempelajari ilmu secara bertahap
g).   Tidak mempelajari suatu disiplin ilmu sebelum menguasai disiplin ilmu sebelumnya. Sebab ilmu-ilmu itu tersusun dalam urutan tertentu secara alami. Dimana sebagian merupakan jalan menuju sebagian yang lain.
h).   Seorang murid juga harus mengenal nilai darisetiap ilmu yang dipelajarinya.
6. Hukuman dan Balasan
Selanjutnya Al-Ghazali berkata:Apabila anak-anak itu berkelakuan baik dan melakukan pekerjaan yang bagus, hormatilah ia dan hendaknya diberi penghargaan dengan sesuatu yang menggembirakannya, serta dipuji di hadapan orang banyak. Jika ia melakukan kesalahan satu kali, hendaknya pendidikmembiarkan dan jangan dibuka rahasianya. Jika anak itu mengulanginya lagi, hendaknya pendidik memarahinya dengan tersembunyi, bukan dinasehati di depan orang banyak, dan janganlah pendidik seringkali memarahi anak-anak itu, karena hal itu dapat menghilangkan pengaruh pada diri anak, sebab sudah terbiasa telinganya mendengarkan amarah itu.
Metode pemberian hadiah dan hukuman untuk tujuan mendidik dipandang sebagai metode yang aman. Terlalu banyak melarang dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Demikian pula terlalu banyak memberikan pujian tidak menjadi penyebab terjadinya perbaikan. Dalam berbagai kesempatan Al-Gazali menerangkan bahwa membesarkan anak dengan kemanjaan, bersenang-senang dan bermalas-malasan serta meremehkan pergaulan bersama orang lain termasuk perkara yang tidak baik karena membesarkan anak dengan cara seperti ini akan merusak akhlaknya, karena membesarkan anak dengan cara seperti ini akan merusak akhlaknya .
Ø  KARYA-KARYA  AL-GHAZALI
Ø  Di Bidang filsafat
- Maqasid al-Falasifah
- Tafahut al-Falasifah
- Al-Ma’rif al-‘aqliyah
Ø  Di Bidang Agama
- Ihya ‘Ulumuddin
- Al-Munqiz minal dhalal
- Minhaj al-Abidin
Di Bidang Akhlak Tasawuf
-          Mizan al-Amal
-          Kitab al-Arbain
-          Mishkatul anwar
-          Al-Adab fi Dien
-          Ar-Risalah al-laduniyah
Di Bidang Kenegaraan
-          Mustaz hiri
-          irr al-Alamin
-          Nasihat al-Muluk
-          Suluk al-Sulthanah

[1] Nata Abuddin, Pemikiran para tokoh Pendidikan Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada )hal 80 [2] Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Juz I, Masyhadul Husaini, tt.hal 13
[3] Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Juz I, Masyhadul Husaini, tt.hal 14
[4] Ihya Ulumuddin juz 3, hal 12
[5] Ihya Ulumuddin Juz 1, hal 25.
[6] Ihya Ulumuddin Juz 1, hal 25
[7] Dahlan Thamrin,”Al-Ghazali dan Pemikiran Pendidikannya”. Hal. 27

 http://blog.uin-malang.ac.id/ziyanarosyida/2011/05/19/al-ghazali-dan-konsep-pendidikannya/

Selasa, 20 Desember 2011

Ascii kode

 ASCII 1 :☺
ASCII 2 :☻
ASCII 3 :♥
ASCII 4 :♦
ASCII 5 :♣
ASCII 6 :♠
ASCII 7 :•
ASCII 8 :◘
ASCII 9 :○
ASCII 10 :◙
ASCII 11 :♂
ASCII 12 :♀
ASCII 13 :♪
ASCII 14 :♫
ASCII 15 :☼
ASCII 16 :►
ASCII 17 :◄
ASCII 18 :↕
ASCII 19 :‼
ASCII 20 :¶
ASCII 21 :§
ASCII 22 :▬
ASCII 23 :↨
ASCII 24 :↑
ASCII 25 :↓
ASCII 26 :→
ASCII 27 :←
ASCII 28 :∟
ASCII 29 :↔
ASCII 30 :▲
ASCII 31 :▼
ASCII 32 :
ASCII 33 :!
ASCII 34 :"
ASCII 35 :#
ASCII 36 :$
ASCII 37 :%
ASCII 38 :&
ASCII 39 :'
ASCII 40 :(
ASCII 41 :)
ASCII 42 :*
ASCII 43 :+
ASCII 44 :,
ASCII 45 :-
ASCII 46 :.
ASCII 47 :/
ASCII 48 :0
ASCII 49 :1
ASCII 50 :2
ASCII 51 :3
ASCII 52 :4
ASCII 53 :5
ASCII 54 :6
ASCII 55 :7
ASCII 56 :8
ASCII 57 :9
ASCII 58 ::
ASCII 59 :;
ASCII 60 :<
ASCII 61 :=
ASCII 62 :>
ASCII 63 :?
ASCII 64 :@
ASCII 65 :A
ASCII 66 :B
ASCII 67 :C
ASCII 68 :D
ASCII 69 :E
ASCII 70 :F
ASCII 71 :G
ASCII 72 :H
ASCII 73 :I
ASCII 74 :J
ASCII 75 :K
ASCII 76 :L
ASCII 77 :M
ASCII 78 :N
ASCII 79 :O
ASCII 80 :P
ASCII 81 :Q
ASCII 82 :R
ASCII 83 :S
ASCII 84 :T
ASCII 85 :U
ASCII 86 :V
ASCII 87 :W
ASCII 88 :X
ASCII 89 :Y
ASCII 90 :Z
ASCII 91 :[
ASCII 92 :\
ASCII 93 :]
ASCII 94 :^
ASCII 95 :_
ASCII 96 :`
ASCII 97 :a
ASCII 98 :b
ASCII 99 :c
ASCII 100 :d
ASCII 101 :e
ASCII 102 :f
ASCII 103 :g
ASCII 104 :h
ASCII 105 :i
ASCII 106 :j
ASCII 107 :k
ASCII 108 :l
ASCII 109 :m
ASCII 110 :n
ASCII 111 :o
ASCII 112 :p
ASCII 113 :q
ASCII 114 :r
ASCII 115 :s
ASCII 116 :t
ASCII 117 :u
ASCII 118 :v
ASCII 119 :w
ASCII 120 :x
ASCII 121 :y
ASCII 122 :z
ASCII 123 :{
ASCII 124 :|
ASCII 125 :}
ASCII 126 :~
ASCII 127 :⌂
ASCII 128 :Ç
ASCII 129 :ü
ASCII 130 :é‚
ASCII 131 :â
ASCII 132 :ä
ASCII 133 :à
ASCII 134 :å
ASCII 135 :ç
ASCII 136 :ê
ASCII 137 :ë
ASCII 138 :è
ASCII 139 :ï
ASCII 140 :î
ASCII 141 :�ì
ASCII 142 :Ä
ASCII 143 :�Å
ASCII 144 :�É
ASCII 145 :æ
ASCII 146 :Æ
ASCII 147 :ô
ASCII 148 :ö
ASCII 149 :ò
ASCII 150 :û
ASCII 151 :ù
ASCII 152 :ÿ
ASCII 153 :Ö
ASCII 154 :Ü
ASCII 155 :¢
ASCII 156 :£
ASCII 157 :�¥
ASCII 158 :₧
ASCII 159 :ƒ
ASCII 160 :á
ASCII 161 :í
ASCII 162 :ó
ASCII 163 :ú
ASCII 164 :ñ
ASCII 165 :Ñ
ASCII 166 :ª
ASCII 167 :º
ASCII 168 :¿
ASCII 169 :⌐
ASCII 170 :¬
ASCII 171 :½
ASCII 172 :¼
ASCII 173 :¡
ASCII 174 :«
ASCII 175 :»
ASCII 176 :░
ASCII 177 :▒
ASCII 178 :▓
ASCII 179 :│
ASCII 180 :┤
ASCII 181 :╡
ASCII 182 :╢
ASCII 183 :╖
ASCII 184 :╕
ASCII 185 :╣
ASCII 186 :║
ASCII 187 :╗
ASCII 188 :╝
ASCII 189 :╜
ASCII 190 :╛
ASCII 191 :┐
ASCII 192 :└
ASCII 193 :┴
ASCII 194 :┬
ASCII 195 :├
ASCII 196 :─
ASCII 197 :┼
ASCII 198 :╞
ASCII 199 :╟
ASCII 200 :╚
ASCII 201 :╔
ASCII 202 :╩
ASCII 203 :╦
ASCII 204 :╠
ASCII 205 :═
ASCII 206 :╬
ASCII 207 :╧
ASCII 208 :╨
ASCII 209 :╤
ASCII 210 :╥
ASCII 211 :╙
ASCII 212 :╘
ASCII 213 :╒
ASCII 214 :╓
ASCII 215 :╫
ASCII 216 :╪
ASCII 217 :┘
ASCII 218 :┌
ASCII 219 :█
ASCII 220 :▄
ASCII 221 :▌
ASCII 222 :▐
ASCII 223 :▀
ASCII 224 :α
ASCII 225 :ß
ASCII 226 :Γ
ASCII 227 :π
ASCII 228 :Σ
ASCII 229 :▬
ASCII 230 :µ
ASCII 231 :τ
ASCII 232 :Φ
ASCII 233 :Θ
ASCII 234 :Ω
ASCII 235 :δ
ASCII 236 :∞
ASCII 237 :φ
ASCII 238 :ε
ASCII 239 :∩
ASCII 240 :≡
ASCII 241 :±
ASCII 242 :≥
ASCII 243 :≤
ASCII 244 :⌠
ASCII 245 :⌡
ASCII 246 :÷
ASCII 247 :≈
ASCII 248 :°
ASCII 249 :∙
ASCII 250 :·
ASCII 251 :√
ASCII 252 :ⁿ
ASCII 253 :²
ASCII 254 :■
ASCII 255 :*


Link :  http://apocalytyo.blogspot.com/2009/09/kode-ascii-macam-angka-huruf-aneh-di.html

Selasa, 06 Desember 2011

Belum ada


Ada sesuatu yang berkecamuk belakangan hari ini, bukan cuma satu tapi ada beberapa pikiran yang memaksa untuk saya "mungkin" harus menulis. namun yang paling sering Yaitu tentang tubuhku yang gak gemuk2... hehehe ( maksa banget kayaknya, bikin artikel )...

Ya gitulah... Sebenarnya aku sudah yaqin dan tau kalo sebabnya itu terlalu banyak pikiran, obatnya... ya jangan terlalu banyak mikir, gitu aja repot !!! ya, kedengarannya gampang tapi untuk seorang seperti aku yang punya temperamen keras (penilaian yg pernah dikerasi,hehehe) dalam beberapa hal, dan lebih sering menyimpan masalah daripada harus membuang, menunda atau membagi pada yang lain. al-hasil tampak pada pengurusan tubuhku... walopun makan model apapun tetap saja kayak gini.

Suatu saat, aku terusik dengan tawa canda beberapa rekanku tanpa aku bisa berbuat apa2 kecuali melupakan keterusikanku... tapi itu terjadi berulang2 !!! akupun mulai memperhatikan mereka, dan merasa iri dengan kecerian mereka. Akupun dulu seperti mereka, bercanda ria walopun topiknya tentu beda.

"kapan yah, aku bisa seperti dulu lagi, login pada suasana ceria"

ya... itulah kesimpulanku saat sekarang, mungkin aku adalah orang yang dengan egois meninggalkan keceriaan bersama, seorang pecandapun ketika berhadapan denganku, merasa risau dan ingin segera tinggalkan waktu harus berhadapan dengan keseriusanku.

To be Continue....