Di tengah orientasi manusia pada umumnya terhadap dunia, para wali Allah memiliki arah hati dan pikiran berbeda. “Mereka adalah pelopor gerakan spiritual. Mereka revolusioner dalam dunia spiritual dan gemar menangis.” Demikian dikatakan Ketua Umum PBNU Dr. KH Said Aqil Siroj dalam pembukaan acara peluncuran buku ‘Atlas Wali Songo’ karya Agus Sunyoto di lantai delapan Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, Kamis (5/7) siang.
Menurutnya, kata ‘wali’ berasal dari
bahasa Arab. ‘Wali’ berbentuk ‘fa‘il’, mengasihi dan maf’ul, dikasihi.
Mereka, kata Kang Said, cenderung dilanda mabuk cinta kepada Allah.
Mereka kerap menangis karena kedalaman cinta pada Allah.
Di hadapan sekitar 150 hadirin, Kang
Said menyatakan dalil keberadaan para wali ada Al-Qur’an, “Ala inna
auliya Allah la khaufun alahim wa la hum yahzanun.” Artinya, “Ingat!
Para wali Allah itu tidak sedih, cemas, sedih, dan khawatir.”
“Kehadiran para wali Allah tidak bisa
dipungkiri. Hal ini dibuktikan oleh sejarah Islam itu sendiri. Sepanjang
sejarah, Allah menunjuk siapa yang dikehendaki untuk menjadi wali-Nya.
Mereka mengambil sikap zuhud, upaya menjauhkan diri dari kemewahan
dunia,” jelasnya.
Zuhud adalah sikap hidup. Kemewahan
duniawi tidak menggiurkan hati mereka sedikit pun. Mereka mengosongkan
hati dari segala perhatian. Kekosongan hati ini kemudian diisi dengan
Allah.
Di tengah masyarakat yang cenderung
linear materialistik dan hedonistik, kezuhudan para wali membuka
cakrawala aneka penafsiran nilai kehidupan. Pola hidup asketis para
wali, dapat dijadikan alternatif atas kebuntuan cara pandang manusia.
Harga kehidupan tidak melulu dinilai
dari materi dan kenikmatan lahir semata. Manusia akan terjebak dalam
kekacauan sejauh menempatkan kenikmatan profan dalam hati. Karenanya,
manusia harus menerbangkan jiwa dari kungkungan ambisi duniawi.
Dengan pola zuhud, mereka cenderung
dinamis dan revolusioner. Kompleksitas pemikiran dan kekayaan sudut
pandang wali terhadap hidup, sanggup memecah kebuntuan pola pikir dan
hidup manusia yang materialis. Dengan kompleksitas pemikiran, mereka
dapat menerobos segala hal yang tidak bisa dijangkau oleh manusia lain.
Peluncuran ‘Atlas Wali Songo’ ini
kemudian dilanjutkan dengan seminar yang dimoderatori oleh A. Khoirul
Anam, Wakil Ketua LTN NU. Dengan pembicara Agus Sunyoto, penulis buku
‘Atlas Wali Songo’, Abdul Munim DZ, Wasekjen PBNU, Irmawati Marwoto
Johan, Arkeolog UI, dan Sudjiwo Tedjo, Seniman kondang, seminar berjalan
khidmat. Suasana penuh canda para pembicara, tidak mengurangi tingkat
keseriusan pembahasan.
Sebelum menutup sambutan, Kang Said
menyatakan apresiasi yang cukup besar terhadap karya garapan Agus
Sunyoto, Wakil Ketua Lesbumi. ‘Atlas Wali songo’ yang didukung oleh
Penerbit Iman, Transpustaka dan LTN NU, memberikan peta yang jelas akan
posisi Wali Songo dalam khazanah akademik Indonesia. (Sumber: http://nu.or.id/)